Meniti Harapan Pada RUU TPKS, Sebagai Wujud Perlindungan Yang Kuat Terhadap Kekerasan Seksual

By Leonardus Gunawan - Januari 08, 2022


Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) hingga saat ini belum juga mendapatkan kepastian untuk pengesahannya. Lika-liku  dan dinamika terus terjadi di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), padahal kasus kekerasan seksual semakin hari terus meningkat tanpa adanya payung hukum yang kuat dan adil.

Padahal RUU ini sejak lama sudah diajukan pada tahun 2016 silam, gebrakan dari berbagai kalangan pun terus disuarakan agar aturan ini segera diselesaikan. Dalam perjalanannya, ternyata masih ada pihak yang terus menentang hadirnya Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS). Di tengah masyarakat awam, ketidakpahaman tentang konsep kekerasan seksual mengakibatkan sebagian orang menganggap negatif rancangan undang-undang ini.

Padahal jika kita baca dan teliti lebih jauh, hadirnya aturan ini bertujuan sangat baik untuk perlindungan berbagai kalangan untuk memutus tindak kekerasan seksual yang terjadi di negara ini.

Pada pekan lalu Presiden Republik Indonesia Joko Widodo pun harus turun turun tangan untuk meminta Rancangan Undang-Undang (RUU) tindak Pidana Kekerasan Seksual (PKS) untuk segera disahkan. Presiden Jokowi pun memerintahkan kepada Menteri Hukum dan HAM serta Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Anak untuk segera berkoordinasi dengan DPR untuk mempercepat pembahasan rancangan undang-undang penghapusan tindak pidana kekerasan seksual.

Hal ini bertujuan ini untuk memberikan kepastian hukum serta perlindungan bagi korban kekerasan seksual.

Lantas apa urgensinya kita harus memahami konsep kekerasan seksual dan dampaknya terhadap korban, serta mendukung untuk pengesahan RUU TPKS?

1. Kasus kekerasan seksual yang setiap hari terus meningkat

Berdasarkan pengumpulan data yang dimiliki Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemenpppa), kekerasan pada anak di 2019 terjadi sebanyak 11.057 kasus, 11.279 kasus pada 2020, dan 12.566 kasus hingga data November 2021.

Pada anak-anak, kasus yang paling banyak dialami adalah kekerasan seksual sebesar 45 persen, kekerasan psikis 19 persen, dan kekerasan fisik sekitar 18 persen.

2. Masyarakat memerlukan payung hukum untuk memberi rasa aman dalam beraktifitas

Masih banyak dari kita yang masih takut jika ingin bepergian keluar rumah, apalagi pada tempat yang masih jarang dikunjungi, tentunya rasa khawatir akan tindak kekerasan terus menghantui, dengan hadirnya aturan tentang TPKS, diharapkan ini akan sedikit mengurangi rasa takut jika ingin bepergian keluar rumah, karena adanya perlindungan hukum dari negara.

3. Korban beserta keluarga mendapat dukungan proses pemulihan dari negara 

Pada RUU TPKS, Komnas Perempuan mengusulkan pengaturan hak atas restitusi, dan pendampingan korban dan saksi menjadi langkah maju mengingat selama ini hak restitusi lebih kepada korban Tindak Pidana Perdagangan Orang dan anak sebagai korban kekerasan seksual.

Jadi korban kekerasan seksual memerlukan kepastian hukum atas tindak pidana yang dilakukan oleh para pelaku. Tentunya mereka juga butuh bantuan lingkungan sekitar dalam memperoleh keadilan, dan kita juga harus bisa untuk turut berpartisipasi untuk melindungi korban kekerasan seksual dan untuk menanggulangi kasus yang seperti ini terjadi di masa yang akan datang.

  • Share:

You Might Also Like

0 comments

Terimakasih sudah mampir untuk membaca dan memberikan pesan, semoga bermanfaat, salam